Friday, November 26, 2010

'Tuk Umbul' Theatre Project ( waktu entah kapan ...Mohon doanya saja)

Pesanggrahan Warungboto atau yang lebih dikenal oleh warga sekitar dengan sebutan ‘Tuk Umbul’ merupakan sebuah bangunan tua peninggalan era kasultanan Hamengkubuwono II. Bangunan yang tercatat sebagai salah satu bangunan warisan peninggalan budaya di dinas kepurbakalaan Yogyakarta ini, nasibnya tidak seberuntung situs-situs bersejarah sejenisnya seperti Taman sari dan Kraton. Selain tempatnya yang tidak terlalu luas, sebagian besar dari struktur bangunan sudah menjadi reruntuhan. Letaknya yang berada dipinggir jalan tidak membuat tempat ini dikenal luas oleh masyarakat Yogyakarta walaupun sebenarnya tempat ini menyimpan catatan sejarah penting bagi kota tersebut.

Di Yogyakarta cukup banyak bangunan bersejarah yang mengalami nasib serupa dengan pesanggrahan Warungboto, hal ini membuat kami Kelompok Belajar Teater KOBAR Yogyakarta mencoba menggagas sebuah perwujudan teater yang berangkat dari 'Ruang/bangunan' dan dalam hal ini tempat tersebut adalah sebuah bangunan Pesanggrahan Warungboto ‘Tuk Umbul’ . Bangunan tua yang merupakan taman air dari abad 19 ini terdiri dari beberapa bagian, sebagian ada yang masih utuh dan ada pula yang sudah menjadi reruntuhan, namun tetap saja bangunan ini mempunyai kesan artistik dan kharisma yang cukup kuat. Bangunan tersebut menyimpan catatan sejarah, mitos dan tentunya sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat disekitarnya. Disini teater berusaha menginterprestasikan kembali nilai-nilai-nilai yang terkandung dalam tempat tersebut. Sebuah bentuk perwujudan teater yang berangkat dari riset terhadap tempat pementasan (Pesanggrahan Warungboto ‘Tuk Umbul’). Riset yang meliputi; sejarah, falsafah dan mitologi serta relasi antara bangunan dan masyarakat sekitar kemudian disusun dalam bentuk naskah yang berupa ‘framing’ terhadap cerita yang muncul di tiap bagian bangunan. Bentuk teater non realis dipilih sebagai konsekuensi penolakan terhadap alur yang linear dan pencarian terhadap kemungkinan artistik yang lebih luas lagi. Penonton menjadi subyek yang bebas memilih untuk bersifat pasif atau aktif dalam menikmati pertunjukan, disini hubungan antara pemain dan penonton bukanlah hubungan konvensioanal gedung pertunjukan namun penonton diarahkan untuk aktif dan bahkan terkadang hadir ditengah tengah peristiwa panggung. Cahaya, property, kostum dan tata rias sebagai bagian artistik visual dibangun selain untuk kepentingan skenografi juga untuk memperkuat artistik bangunan sebagai set pertunjukan.





English Version:

Pesanggrahan Warungboto came to be called “Tuk Umbul” by the people surroundings was an old building of Hamengkubuwono II Sultanate era inheritance. The building, which was registered as culture heritage in Yogyakarta Archeological Department, was not as lucky as the other archeological sites such as Taman Sari and Kraton. Besides its area wasn’t wide enough, most of the building had become ruin. Even though it was located at the roadside of Yogyakarta, the citizen still didn’t know it well, in fact it kept important historical record for the city.

In this city, many historical buildings were in the same boat with Pesanggrahan Warungboto. This phenomenon made several young artists attached to Kelompok Belajar Teater (KBT) KOBAR of Yogyakarta to make a concept about the theater realization which set out from PLACE; in this case, Pesanggrahan Warungboto “Tuk Umbul”. The old building, which was the 9th century water park, consisted of several parts; some parts were still intact and some had become ruin. However, it still had artistic impression and quite strong charisma. It kept historical record and myth. In addition to, it had been part of surroundings’ life. Here, the theater had an effort to reinterpret such values above. The theater realization set out from researches toward the staging; such as history, philosophy, mythology, and the correlation between the building and people surroundings. Then, those were compiled in the form of script as ‘framing’ toward the story that emerged in each building parts. The non-realist theater was chosen as the consequence of refusal toward linear plot and the wider artistic possibility. The audience would be subjects who were freely to choose to be passive or active in enjoying the performance. In this case, the correlation between actors and audience were not a conventional theater building, yet the audience were directed to be active and be exist in the middle of stage happening. Lightning, properties, costumes, and make up as a part of visual artistic was built not only for scenography interest but also for the building strength as the performance set.








3 comments:

  1. Foto-foto di atas adalah bingkai adegan saat latihan ...

    ReplyDelete
  2. jadi kapan pentasnya??

    main main ke papermoon-puppet.blogspot.com yaaa
    :)

    ReplyDelete
  3. november kita ada parade teater remaja tgl 26, yang tampil selain dari kbt kobar ada dari teater jubah macan sma 3, teater stero, trus lumbung art tema ...datang aja i GKS Widyamandala jam 7 malem pas ga pake molor, kalo "tuk umbul" rencananya Juni tanggalnya belum pasti masih tahap penggarapan kerangkanya n riset ....

    ReplyDelete